Jumat, 16 November 2007

Komplikasi Intranatal Kelompok II A’04

INDUKSI PERSALINAN


I. Defenisi
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.

II. Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena:
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
Pertumbuhan janin makin melambat.
Terjadi perubahan metabolisme janin.
Air ketuban berkurang dan makin kental.
Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai.

Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).
Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi.
Hidramnion.
Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat.
Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur.
Mempunyai riwayat hipertensi.
Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.

Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.

Indikasi pokok untuk induksi persalinan:
1. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
2. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.

Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia berat.
Kontra indikasi induksi persalinan antara lain adalah:
Bagi ibu
Plasenta previa.
Grande multipara.
Infeksi herpes genital aktif.
Riwayat insisi uterus klasik atau bedah uterus.
Distensi rahim yang berlabihan, misalnya pada hidramnion.
Bagi bayi
Disproporsi sefalopelvis.
Malposisi dan malpresentasi janin.
Denyut janung janin yang meragukan.

III. Manifestasi klinis
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.

IV. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen (< href="http://www.medicastore.com/">http://www.medicastore.com/. Kehamilan Beresiko Tinggi. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.ayahbunda-online.com/. Kelahiran. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.conectique.com/. Persalinan Normal dengan Induksi. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.info-sehat.com/. Tipe persalinan dengan Bantuan?. Diakses tanggal 7 September 2007.
Yulianti, Devi. 2005. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta. EGC.

WOC
Plasenta menua
pe↓ jlh air ketuban
Pasokan maknan&O2↓
oligihidramnion
Gerakan janin terbatas
Tganggu proses ptumbuhan
Aliran darah-plasenta b’ubah
Kehamilan lewat waktu
Hipoksia janin
asfiksia
INDUKSI PERSALIAN
Sindrom gawat nafas
MK: resti krusakan ptukaran gas pd janin
Ketuban pecah dini
infeksi
Masuknya MO ke kantong amnion
Amnionitis dan plasentitis
Ketuban tlalu tipis
Pecah
Kontraksi belum tjadi
Amniotomi/ infuse oksitosin
Ibu mrasa t’ancam
MK:cemas


cemas
P’berian oksitosin
pe↑ kontraksi uterus blebihan
MK:nyeri
Hipertensi
pe↑ TD
pe↓ perfusi plasenta
Vasokontriksi pemb.darah
Ppindahan cairan intravaskuler ke intrasel
Lesi arteri uretroplasenta
Kontraksi uterus me↓
Rupture uterus
MK: resiko cidera












SEKSIO CAESAREA
I. Defenisi
Adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)..(dunn j. Leen obstetrics and gynekology)
II. Etiologi
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
o Jalan lahir (passage)
o Janin (passanger)
o Kekuatan yang ada pada ibu (power)
III. Indikasi
Didasarkan atas 3 faktor :
Faktor janin.
Bayi terlalu besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
Kelainan letak
- Letak sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.

- Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.

Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.

Janin abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
Plasenta
- Plasenta previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
- Solusio plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
- Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
- Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.

Kelainan tali pusat.
- Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
- Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.

Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.

Faktor ibu
Usia
Ibu ynag melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.

Cephalopevic disspiroprion.
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
¨ Retensio plasenta atau plasenta rest, :gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta

b. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi.
Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.
Terdapat retensio plasenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.

c. Trauma tindakan operasi persalinan .
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut :
· Perluasan luka episiotomi
· Perlukaan pada vagian
· Perlukaan pada serviks
· Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
· Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
· Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Komplikasi pada janin
Terjadi ”trias komplikasi” bayi dalam bentuk : asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.
a. Asfiksia
¨ Tekanan langsung pada kepala yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat vital pada medula oblongata
¨ Aspirasi oleh air ketuban, mekonium,dan cairan lambung
¨ Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
¨ Fraktura ekstremitas
¨ Dislokasi persendian
¨ Ruptur alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
¨ Fraktur tulang kepala
¨ Perdarahan atau trauma jaringan otak
¨ Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
c. Infeksi. Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.
Asuhan keperawatan pada klien post natal dengan SC
I. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
· Nyeri bekas insisi
· Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi spinal dan epidural
· Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung kemih
· Mulut terasa kering
· Perasaan penuh pada abdomen
· Kesulitan BAB
· Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan
· Klien merasa cemas, gelisah, gembira atau ekspresi lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
§ Riwayat pada saluran urogenital
§ Riwayat SC klasik
§ Riwayat obstetri yang jelek
§ Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan sebelumnya
§ Riwayat tumor jalan lahir
§ Riwayat stenosis serviks / vagina pada post partum terdahulu
§ Riwayat primigravida tua
4. Riwayat kesehatan keluarga
o Riwayat DM
o Riwayat penyakit menular dalam keluarga
5. Riwayat menstruasi
o Siklus menstruasi
o Lama menstruasi
o Gangguan menstruasi seperti dismenorhea, hipermenorhea dll
o Umur menarche
6. Riwayat perkawinan
o Riwayat menikah
o Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan
7. Riwayat keluarga berencana
o Alat kb yang digunakan
o Lama & waktu penggunaan
o Efek yang dirasakan
Pemeriksaan fisik:
Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.
Keadaan umum. Kesadaran : composmentis
§ Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak mata, Bibir/ mulut kering
Sirkulasi : Kehilangan darah selama pembedahan sekitar 600-800 ml.
Reproduksi : Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis, Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.
Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vesikuler
Eliminasi : Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.
Abdomen : Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.
Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi spinal dan epidural
Keamanan : Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .

Pemeriksaan diagnostik: 1. Hitung darah lengkap, Hb, Ht.
2. Urinalisis :kultur urin, darah, vagina, lochea.

II. Diagnosa keperawatan
Ketidaknyamanan : nyeri b.d trauma pembedahan, afek anestasi, efek hormonal, distensi kandung kemih / abdomen.
Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Resiko cidera b.d kehilangan darah berlebihan, trauma jaringan, perlambatan mobilisasi, gastrik, efek anastesi,.
Ansietas b.d krisis situasi, ancaman konsep diri, kbutuhan tak terpenuhi.
Perubahan eliminasi urin b.d trauma urogenotal, efek-efek hormonal, efek enestasi
Konstipasi b.d penurunan tonus otot, motilitas usus, nyeri perineal dan rektal.
Perubahan proses keluarga b.d penambahan jumlah anggota keluarga
Harga diri rendah b.d merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
III. Intervensi keperawtan
Dx. 1 Ketidaknyamanan: nyeri b.d trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuannya : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan penurunan rentang nyeri
2. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan baik.
3. Ttv dalam batas normal
No
Intervensi mandiri
Rasional
1
Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal&nonverbal
Membedakan karakteristik pasca operasi dan terjadinya komplikasi
2
Evaluasi tekanan darah dan nadi
Nyeri dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi
3.
Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya nyeri penyerta
Selama 12 jam pp, kontraksi uterus kuat dan teratur dan berlanjut sampai 2-3 hari, meskipun frekuensi dan intensitasnya menurun secara bertahap. Nyeri penyerta akibat over kontraksi uterus, menyusui.
4.
Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan masase pungung
Merilekskan dan mengalihkan perhatian ari sensasi nyeri
5.
Palpasi kandung kemih
Overdistensi kandung kemih dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
6.
Anjurkan posisi berbaring datar
Merinagnkan gejala sakit kepala akibat peningkatan tekanan css

Intervensi kolaborasi

7.
Beri analgesik setiap 3-4 jam, berikan obat 48-60 menit sebelum menyusui
Meningkatkan kenyamanan

8.
Tinjau ulang penggunaan analgetik terkontrol dan sesuai indikasi
Analgetik yang terkontrol dapt menghilangkan nyeri dengan cepat dan tanpa efek samping

Dx 2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Tujuan :
infeksi tidak terjadi pada ibu
pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi
No
Intervensi mandiri
Rasional
1.
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin.
2.
Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
3.
Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Menurunkan resiko infeksi asenden.

Intervensi kolaborasi

4.
Lakukan persiapan kulit pra operatif, scrub sesuai protokol.
Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operrasi.
5.
Dapatka kultur darah, vagina, plasenta sesuai indikasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
6.
Catat hb, dan ht, catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Resiko infeksi pasca melahirkan dan

EKSTRAKSI FORSEP/CUNAM
I. Definisi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang dikepalanya.
Forsep mempunyai sejarah yang panjang. Mulai dengan penemuan Albucasis pada tahun 1112, yang lengkungannya mempunyai gigi, sehingga hanya dipakai untuk janin yang telah amti. Selanjutnya Chamberlein pada abad 17 menemukan forsep yang hanya mempunyai lengkungan kepala saja. Forsep Chamberlein dikembangkan oleh Kiellan. Lengkungan pelvis dikembangkan oleh Levret pada tahun 1747 dan Smellie tahun 1751 dan selanjutnya disempurnakan menjadi forsep Naegle.

Prinsip forsep adalah:
Kedua daun forsep dapat dipisahkan, kanan dan kiri.
Terjadi persilangan saat mengunci.
Setiap daun forsep mempunyai:
Blade-pemegang kepala dengan pintunya
Tangkai
Kunci
Pemegang untuk melakukan tarikan
Daun forsep mempunyai:
Lengkungan kepala untuk menjepit.
Lengkungan pelvis sesuai denngan jalan lahir.
Bentuk kuncinya
Sistem Inggris tanpa menyangga, dapat bergeser.
Sistem Prancis, dengan penyangga, tidak mungkin bergeser.

Fungsi forsep
Fungsi forsep yang sampai sekarang masih berlaku ialah:
1. Esktraktor
2. Rotator
3. Ekstraktor dan rotator bersama-sama
Pemilihan jenis cunam yang akan dipakai hendaknya disesuaikan dengan fungsi cunam
Tujuan pertolongan persalinan forsep:
Melakukan putaran sehingga hipomoklion terletak pada posisi yang tepat
Tarikan untuk pertolongan persalinan

Bentuk dan bagian-bagian forsep
Sepasang cunam terdiri dari 2 sendok, yaitu sendok kiri dan sendok kanan. Sendok kiri ialah sendok yang dipegang oleh tangan kiri dan diletakkan dis ebelah kiri panggul ibu. Sendok kanan ialah sendok yang dipegang oleh tangan kanan dan diletakkan dise belah kanan panggul ibu.

Sendok cunam mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:
a. Daun cunam.
Bagian yang dipakai untuk mencengkam kepala janin. Umumnya mempunyai 2 lengkungan, yaitu lengkungan panggul (pelvic carve) ialah lengkungan daun cunam yang sdisesuaikan dengan lengkungan panggul dan lengkungan kepala (chepalic curve) ialah lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan kepala janin.
Contoh daun cunam yang mempunyai lengkungan panggul dan hanya mempunyai lengkungan kepala saja, yaitu pada cunam Kielland.
Daun cunam dapat berlubang (fenstra) misalnya cunam Simpson dan cunam Naegele, dan solid, misalnya cunam Tucker Mc. Lane. Daun cunam yang solid dapat mencekam kepala lebih kuat.
b. Tangkai cunam (shank)
Bagian antara daun dan kunci cunam. Terdiri 2 macam : tangkai terbuka dan tangkai tertutup
c. Kunci cunam (lock). Terdiri dari:
Kunci Prancis : tangkai cunam dipersilangkan kemudian disekrup.
Kunci Inggris : kedua tangkai cunam disilangkan dan dikunci dg cara kait mengkait (interlocking) misalnya cunam Naegele.
Kunci Jerman : bentuk kunci cunam yang merupakan kombinasi antara bentuk kunci Perancis dan kunci Inggris, misalnya cunam Simpson.
Kunci Norwegia : bentuk kunci cunam yang dapat diluncurkan (slidinglock) misalnya cunam Kielland.
d. Pemegang cunam (handle)
Bagian yang dipakai memegang pada waktu ekstraksi.

Jenis forsep berdasarkan bentuknya :
Tipe Simpson
Bentuk cunam ini mempunyai tangkai cunam yang terbuka, sehingga lengkungan kepala lebih mendatar dan lebih besar. Bentuk cunam ini baik untuk kepala janin yang sudah mengalami moulase.
Tipe Elliot
Bentuk tipe cunam ini mempunyai tangkai yang tertutup, sehingga lengkungan kepala lebih bundar dan lebih sempit. Cunam jenis ini baik untuk kepala yang bundar dan belum mengalami moulase.
Tipe khusus
Ada bentuk khusus cunam, misalnya: cunam Piper yang dipakai untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang.

II. Etiologi
Melakukan tindakan ekstraksi forsep perlu memperhitungkan petunjuk (indikasi) yang tepat, sehingga komplikasinya ringan. Indikasi pertolongan ekstraksi forsep adalah:
Indikasi Ibu
Persalinan distosia (kemacetan persalinan)
· persalinan terlantar
· rupture uteri imminen
· kala dua lama
Profilaksis penyakit sistemik ibu: Gestosis, Hipertensi, Penyakit jantung, Penyakit paru-paru.
Indikasi Bayi
a. Distres janin
b. Kedudukan ganda kepala dengan:
· Anggota badan (ekstremitas)
· Prolapsus funikuli
Indikasi Waktu
Indikasi Pinard : 2 jam mengejan tidak lahir
Modifikasi Remeltz
· Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin
· Tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan ekstraksi forsep

Tindakan Pertolongan Persalinan Forsep
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi:
Forsep rendah
· dilakukan setelah kepala bayi mencapai Hodge III atau lebih
· kepala bayi mendorong perineum, forsep dilakukan dengan ringan disebutkan outlet forsep
Forsep tengah
· pada kedudukan kepala antara Hodge II/III
· salah satu bentuk forsep tengah adalah forsep percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forsep berat, membuktikan terdapat disproporsi kepala-panggul. Forsep percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vakum.
Forsep tinggi
· dilakukan pada kedudukan kepala di antara Hodge I/II
· forsep tinggi sudah diganti dengan seksio sesarea
Aplikasi Ekstraksi Forsep
Persiapan
a. Persiapan untuk ibu
Posisi lithotomic
Rambut vulva dicukur
Kandung kemih dan rectum dikosongkan
Desinfeksi vulva
Infuse bila diperlukan
Narcosis bila diperlukan
Kain penutup pembedahan
Gunting episiotomi
Alat-alat untuk menjahit robekan jalan lahir
Uterotonika
b. Persiapan untuk janin
Alat-alat pertolongan persalinan
Alat penghisap lendir
Oksigen
Alat-alat untuk resusitasi bayi
c. Persiapan untuk penolong
1. Mencuci tangan
2. Sarung tangan suci hama
3. Baju operasi suci hama

Prosedur
Untuk meningkatkan keamanan operasi ekstraksi forsep hanya pada letak belakang kepala dalam operasi forsep rendah. Daun forsep dipasang melintang terhadap kepala dan melintang terhadap jalan lahir.
Aplikasi forsep dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Operator membayangkan pemasangan daun forsep melintang terhadap kepala bayi dan melintang terhadap jalan lahir.
2. Daun forsep kiri dipasang di sebelah kiri penderita dan dipegang oleh tangan kiri.
3. Pemasangan daun forsep kanan dengan tangan kanan dan dipasang di sebelah kanan penderita.
4. Teknik pemasangan daun forsep sebagai berikut:
· Dua jari tangan kanan masuk vagina sedalam mungkin
· Forsep dipegang tangan kiri seolah-olah memegang pensil, dengan gagang forsep berada di atas pelipatan paha.
· Daun forsep dipasang dengan tuntutan dua jari kanan
· Daun forsep didorong perlahan-lahan, sampai lengkungan forsep berada di tulang parietalis
· Setelah terpasang gagang forsep dijepit antara jari amnis dan kelingking tangan kiri.
· Dua jari tangan kiri dimasukkan ke dalam liang senggama. Forsep kanan dipegang dengan cara sama seperti forsep kiri, dimasukkan dengan tuntunan dua jari tangan kiri.
· Setelah kedua forsep ditempatkan sesuai dengan posisinya, forsep dikunci.
· Setelah terkunci dilakukan evaluasi, guna mencari apakah tidak terdapat bagian ibu (serviks) yang terjepit antara kepala janin dan daun forsep.
· Dilakukan tarikan percobaan, dengan ringan serta jari menyentuh kepala bayi
· Tarikan percobaan berhasil bila kepala bayi ikut tertarik
· Setelah tarikan percobaan berhasil, dilakukan tarikan definitive dengan melakukan tarikan cunam ke abwah sehingga hpomoklion berada di bawah simfisis
· Dilakukan tarikan ke atas untuk melahirkan ubun-ubun besar, hidung, muka-dagu, kepala bayi seluruhnya.
· Setelah kepala lahir daun forsep dilepaskan
· Kepala diberikan kesempatan untuk melakukan putar paksi luar
· Kepala bayi ditarik curam ke bawah dank e atas untuk melahirkan bahu depan dan bahu belakang.
· Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk emlahirkan badan bayi
· Lendir pada jalan nafas dibersihkan
· Setelah bayi menangis tali pusat dipotong dan bayi diserahkan untuk drawat sebagaimana mestinya
· Persalinan plasenta ditunggu sampai terdapat tanda lepasnya plasenta atau dilakukan tes plasenta lepas dengan metode Kustner, Straassman, Klein, atau Manuaba.
· Plasenta dilahirkan dengan tekanan ringan pada fundus uteri secara Crese atau dengan plasenta manual.
· Dilakukan eksplorasi ke dalam rahim untuk mencari kemungkinan rupture uteri, sisa plasenta, atau membrane.
· Selanjutnya luka bekas episiotomi dijahit kembali
· Pada kala IV dilakukan observasi intensif terhadap kesadaran penderita; tekanan darah; nadi; pernapasan; dan suhu; kontraksi rahim untuk menhentikan perdarahan; pengeluaran darah dari vagina atau luka episiotomi.
· Observasi dilakukan selama 2 jam. Bila semua berjalan dengan baik, penderita dipindahkan ke ruangan.

III. Komplikasi Ekstraksi Forsep
Komplikasi langsung akibat aplikasi forsep dibagi menjadi:
Komplikasi ibu
Komplikasi ibu bersumber dari “trias komplikasi” ibu.
a. Perdarahan terjadi karena: Atonia uteri, Retensio plasenta, Trauma jalan lahir: rupture uteri, rupture serviks, robekan forniks-kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum
b. Infeksi terjadi karena: sudah terdapat sebelumnya, Aplikasi alat menimbulkan infeksi, Plasenta rest atau membrane bersifat benda asing, yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan subinvolusi uteri dan Saat melakukan pemeriksaan dalam
c. Robekan jalan lahir: Ruptura uteri, Rupture serviks, Robekan forniks-kolpoforeksis, Robekan perineum, dan Sinfisiolisis

Komplikasi segera pada bayi: “Trias komplikasi bayi.”
1. Asfiksia
a. Terlalu lama di dasar panggul, terjadi rangsangan pernapasan menyebabkan aspirasi lender dan air ketuban
b. Jepitan langsung forsep yang menimbulklan perdarahan intracranial, edema intracranial, kerusakan pusat vital di emdulla oblongata, trauma langsung jaringan otak.
2. Infeksi oleh karena infeksi pd ibu menjalar ke bayi
3. Trauma langsung forsep
- Fraktura tulang kepala
- Dislokasi sutura tulang kepala: kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung pada mata, telinga dan hidung, trauma langsung pada persendian tulang leher, gangguan fleksus brakialis/paralysis Erb
· Kerusakan saraf trigeminus dan fasialis
· Hematoma pada daerah tertekan

Komplikasi kemudian atau terlambat
komplikasi terlambat untuk ibu
bersumber juga pada “tria komplikasi ibu” dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Perdarahan: Plasenta rest, Atonia uteri sekunder, Jahitan robekan jalan lahir yang terlepas
b. Infeksi à Penyebaran infeksi makin meluas
c. Tauma jalan lahir
· terjadi fistula vesiko-vaginal
· terjadi fistula rekto-vaginal
· terjadi fistula utero-vaginal
komplikasi terlambat pada bayi
a. Trauma ekstraksi forsep: cacat karena aplikasi forsep
b. Infeksi
· Infeksi yang berkembang menjadi sepsis dan dapat menyebabkan kematian
· Ensefalitis sampai meningitis
c. Gangguan susunan saraf pusat
· Trauma langsung pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual
· Gangguan pendengaran dan keseimbangan
IV. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.

V. WOC (Terlampir)

VI. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya trias komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi forsep memerlukan profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.
Yang cukup penting untuk diperhatikan adalah kemungkinan terjadi “fistel”, sehingga memerlukan pemasangan dauer kateter selama tiga sampai lima hari. Fistel vesiko-vaginal, rekto-vaginal merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan tindakan operasi yang sulit.

Pertimbangan Keperawatan
Perawat menyiapkan forsep yang ditentukan dokter. Denyut jantung janin diperiksa, dilaporkan, dan dicatat sebelum forsep dipasang. Ibu diberi informasi bahwa bilah forsep akan digunakan seperti dua sendok makan yang mengelilingi telur. Bilah ini akan masuk sampai ke telinga bayi.denyut jantung janin akan diperiksa kembali, dilaporkan, dan dicatat sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang. Penekanann tali pusat di antara kepala dan forsep akan menyebabkan frekuensi denyut jantung janin turun mendadak. Dokter kemudian akan melepas dan memasang kembali forsep tersebut.

VII. Pemeriksaan Fisik
A Keadaan umum
* Kesadaran
* TTV : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
B.Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi forsep):
Besar dan konsistensi kepala dalam batas normal
Janin dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi sefalopelvik)
Pembukaan serviks lengkap
Kepala janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi engagement)
Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam
Janin hidup
Ketuban sudah pecah/dipecahkan




EKSTRAKSI VAKUM

I. Definisi
Suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventouse.

II. Sejarah
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum, mula-mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetrik di negara-negara Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum bermacam-macam inti ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya pada tahun 1952-1954 Tage Malmstrom dari Gothenberg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang setelah emngalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak tahun 1956 menjadi sangat populer dipakai dalam klinik-klnik obstetrik sampai saat ini.

Bentuk dan Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm. pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator.
2. Botol
Tempat membuat tenaga negative (vakum). Apda tutup botol terdapat manometer, saluran menuju ke pompa pemghisap, dan saluran menuju ke mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
3. Karet Penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa Penghisap (vacuum pump)
III. Etiologi
Ibu
· Memperpendek kala II. misalnya: - Penyakit jantung kompensata
- Penyakit paru-paru fibrotik
· Waktu: kala II yang memanjang.
Janin à gawat janin (masih kontroversi)
Kontra Indikasi
Ibu
· Ruptura uteri membakat
· Pada penyakit-penyakit di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan, misalnya payah jantung, preeklamsia berat
Janin : Letak muka, After coming head,dan Janin preterm

Komplikasi Ekstraksi vakum
Ibu : Perdarahan, Trauma jalan lahir dan Infeksi
Janin
Ekskoriasi kulit kepala
Sefalhematoma
Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat.
Nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dpt menimbulkan alopesia.
Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi
Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila pada waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang amngkuk saja.
Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks. Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator.
Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga -0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : -0,7 sampai -0,8 kg/cm2. ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit. Denagn adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum artifisial (chignon).
Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit.
Bersamaan dengan timbulnya HIS, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul. Pada waktu melakukan tarikan ini ahrus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong.
Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kea rah muka penolong.
Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan ahrus mengikuti puaran apksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis. Bila HIS berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan HIS.
Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas.
Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.
Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal
Waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali.
Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkam dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik
f. traksi terlalu kuat
g. cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. adanya dispropporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi.
Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

IV. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.

V. WOC (Terlampir)
VI. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi vacum memerlukan profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.

Pertimbangan Keperawatan
Dalam membantu wanita yang melahirkan melaluui penggunaan ekstraksi vacum, perawat berperan sebagai pendukung dan pendidik. Perawat dapat menyiapkan ibu untuk melahirkan dan mendorongnya untuk tetap aktif dalam proses melahirkan yakni dengan menganjurkan ibu untuk mendorong saat kontraksi. Denyut jantung janin juga harus sering dinilai selama prosedur tersebut. Setelah lahir, bayi harus diobservasi untuk melihat tanda infeksi pada tempat pemasangan mangkuk dan iritasi serebral (misalnya, akibat pengisapan yang buruk, ketidakberdayaan). Orang tua perlu diyakinkan bahwa kaput suksedaneum akan hilang setelah beberapa jam. Para tenaga perawatan neonatus harus menyadari bahwa bayi tersebut dilahirkan dengan ekstraksi vakum.

VII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran dan TTV : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi vakum)
· Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pasa multigravida)
· Penurunan kepala janin (boleh) pada hodge II
· Kontraksi rahim dan tenaga mengejan.
Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
Keunggulan
· pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
· tidak diperlukan narkosis umum
· mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang ahrus melalui jalan lahir
· ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
· trauma pada kepala janin lebih ringan
Kerugian
· persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
· tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
· Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Usia :
Alamat : Pekerjaan :
No. Telp :

Suami :
Pekerjaan :
No. Telp :

2. Riwayat Kesehatan
a. RKD: Adanya riwayat abortus, SC pada persalinan sebelumnya
b. RKS: Distosia (kesulitan persalinan), Penyakit jantung, eklampsia, Fetal distres , Janin berhenti berotasi, Posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse, Ketidakmampuan mengejan, Keletihan, Kala II yang lama
c. RKK : Adanya penyakit keturunan (jantung)
d. Riwayat Obstetri
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
Eliminasi : Retensi urine, Makanan/cairan
Seksualitas : adanya laserasi servik uteri dan vagina
Pada janin/bayi
- DJJ sebelum forsep dipasang.
- DJJ sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang.
- Fraktur tengkorak, subdural hematoma, edema
- Perdarahan intrakranial
- Adanya lecet dan abrasi pada pemasangan bilah/laserasi kulit kepala
- Paralisis fasial

II. ANALISA DATA
NO
DATA PENUNJANG
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DO:
- hipotensi
- peningkatan frekuensi nadi
- penurunan tekanan nadi
- urin menurun/terkonsentrasi
- penurunan pengisian vena
- perubahan mental
Kekurangan volume cairan
2.
DO:
- laserasi kemerahan
- adanya pus pada laserasi
- leukosit meningkat
Resti infeksi
3.
- adanya perdarahan
- adanya laserasi serviks uteri dan vagina
Resti cedera
4.
- meminta informasi
- pernyataan salah konsep
- perilaku berlebihan
Kurang pengetahuan
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
2. Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen.
3. Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas, efek-efek obat/penurunan sensasi.
4. Kurang pengetahuan.

IV. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa I : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
Tujuan: Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan kseimbangan cairan.
Kriteria hasil:TTV stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan factor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (mis: laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amniotic, atau retensi janin mati selama lebih dari 5 mgg).
Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut; simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.


Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.

Perhatikan hipotensi atau takikardi, pelambatan pengisian kapiler, atau sianosis dasar kuku, membrane mukosa, dan bibir.


Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal, bila ada.
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.



Pertahankan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien.


Pantau masukan dan haluaran; perhatikan berat jenis urin.



Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vaginal dan/atau rectal.
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Kaji terhadap nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Pantau klien dengan akreta plasenta (penetrasi sedikit dari miometrium dengan jaringan plasenta), HKK, atau abrupsio plasenta terhadap tanda-tanda KID.

Kolaborasi
Mulai infuse 1 atau 2 I.V. dari cairan isotonic atau elektrolit dengan kateter 18G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (missal: plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
- oksitosin, metilergononovin maleat, prostaglandin F2ά.



- Magnesium sulfat (MgSO4)



- Heparin


- Terapi antibiotic (berdasarkan pada kultur dan sensitivitas terhadap lokhia)



- Natrium bikarbonat.

Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
- Hb dan Ht


- Kadar pH serum


- Trombosit, FDP, fibrinogen, dan APTT.
- Pasang kateter urinarius indwelling.


Bantu dengan prosedur-prosedur sesuai indikasi:
- separasi manual dan penglepasan plasenta


- pemasangan kateter indwelling besar ke dalam kanal servikal.







- Penempatan kembali uterus atau tampon bila inverse kira-kira akan terjadi.

Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi, missal, penggalian/perbaikan untuk menutup sobekan, laserasi atau pelebaran episiotomi, evakuasi hematoma, dilatasi dan kuretase (D dan K), ligasi bilateral dari arteri hipogastrik, histerektomi sepraservikal, atau histerektomi abdominal segera.


Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah atau membatasi terjadinya komplikasi.




Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena; dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian. (1 gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1ml kehilangan darah.
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada TD tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30%-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan pengisian.

Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatklan aliran balik vena, menjamin persediaan darah ke otak dan organ vital lainnya lebih besar.
Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian di mana sensorium berubah dan atau intervensi pembedahan diperlukan.
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.

Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
Hematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.

Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan plasenta secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.



Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.




Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atoni.
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MgSO4 memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
Bila cara-cara lain gagal, heparin dapat digunakan dengan kewaspadaan untuk menghentikan siklus pembekuan.
Antibiotik bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin diperlukan untuk infeksi disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.

Mungkin perlu untuk memperbaiki asidosis


Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.
Pada syok lama, hipoksia jaringan dan asidosis dapat terjadi sebagai respon terhadap metabolisme anaerobik.
Membantu menentukan beratnya masalah dan efek dari terapi.
Memberikan pengkajian lebih akurat terhadap fungsi ginjal dan perfusi relatif volume cairan.



Hemoragi berhenti bila fragmen-fragmen plasenta dilepaskan dan uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena.
Beberapa pemeriksaan telah melaporkan keberhasilan dalam pengontrolan hemoragi yang disebabkan oleh implantasi plasenta ke dalam segmen servikal nonkontraktil dengan menempatkan kateter indwelling dalam kanal servikal dan mengisi balon dengan larutan salin 60 ml untuk bekerja sebagai tamponade.
Penempatan kembali uterus memungkinkan uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena dan mengontrol perdarahan.
Perbaikan pembedahan terhadap lasersi/episiotomi, insisi/evakuasi hematoma, dan pengangkatan jaringan tertahan akan menghentikan perdarahan. Histerektomi abdominal segera diindikasikan untuk perlekatan plasenta abnormal.

Diagnosa 2 : Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen
Tujuan : Bebas dari infeksi.
Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.


Kaji terhadap tanda/gejala infeksi (mis. peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina.
Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam.

Kolaborasi
Lakukan persiapan kulit praoperatif, scruc sesuai protokol.

Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Catat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada praoperasi.

Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk.
Infeksi dapat mengubah penyembuhan luka.


Menurunkan resiko infeksi asenden.



Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi pascaoperasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

Diagnosa 3: Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas,efek-efek obat/penurunan sensasi
Tujuan : Bebas dari cedera
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Lepaskan alat prostetik (mis, lensa kontak, gigi palsu/kawat gigi) dan perhiasan.
Tinjau ulang catatan persalinan, perhatikan frekuensi berkemih, haluaran, penampilan, dan waktu berkemih pertama.
Pantau haluaran dan warna urin setelah insersi kateter indwelling. Perhatikan adanya darah dan urin.

Kolaborasi
Dapatkan specimen urin untuk analisis rutin, protein, dan berat jenis.


Menurunkan resiko cedera kecelakaan.


Dapat menandakan retensi urin atau menunjukkan keseimbangan cairan atau dehidrasi pada klien yang sedanga bersalin.
Menunjukkan tingkat hidrasi, status sirkulasi dan kemungkinan trauma kandung kemih.


Risiko meningkat pada klien bila proses infeksi atau keadaan hipertensif ada.

Diagnosa 4: Kurang pengetahuan
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi ekstraksi forsep/vakum.
Mengenali ini sebagai metode alternatif kelahiran bayi.
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Kaji kebutuhan belajar









Catat tingkat stress dan apakah prosedur direncanakan atau tidak.

Berikan informasi akurat dengan istilah-istilah sederhana. Anjurkan pasangan untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pemahaman mereka.
Tinjau ulang indikasi-indikasi terhadap pilihan alternatif kelahiran.



Gambarkan prosedur sebelum tindakan dengan jelas, dan berikan rasional dengan tepat.
Berikan penyuluhan setelah tindakan, termasuk instruksi latihan kaki, batuk dan napas dalam.
Diskusikan sensasi yang diantisipasi selama melahirkan dan periode pemulihan

Metode kelahiran ini didiskusikan pada kelas persiapan melahirkan anak, tetapi banyak klien gagal untuk menyerap informasi karena ini tidak mempunyai makna pribadi pada waktunya. Klien yang mengalami lagi kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum tidak dapat mengingat dengan jelas atau memahami detil-detil melahirkan sebelumnya.
Mengidentifikasi kesiapan klien/pasangan untuk menerima informasi.
Memberikan informasi dan mengklarifikasi kesalahan konsep. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi pemahaman klien/pasangan terhadap situasi.
Perkiraan satu dari 5 atau 6 kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum, seharusnya dilihat sebagai alternative bukan cara yang abnormal, untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan maternal/janin.
Informasi memungkinkan klien mengantisipasi kejadian dan memahami alasan intervensi/tindakan.
Memberikan teknik untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan stasis vena dan pneumonia hipostatik.

Mengetahui apa yang dirasakan dan apa yang “normal” membantu mencegah masalah yang tidak perlu.


DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan.1989. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan.2006. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Doenges, Marilynn E. Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2. 2001. Jakarta:EGC.
Bobak. Buku Ajar Keperawatan Mataternitas, Edisi 4. 2004. Jakarta:EGC.





EKLAMSIA

1. Definisi
Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan dengan adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang – kadang tidak diketahui terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia adalah onset baru hipertensi gestasi yang diikuti dengan kejang grand mal (Zeeman, Fleckenstein, twickler,& Cunningham,2004), dan kejang pada pre-eklampsia yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang pada eklampsia tidak berhubungan dengan kondisi otak dan biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

2. Etiologi
Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal, antara lain:
Status primigravida
Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
Suami baru
Usia ibu yang ekstrem (<> 35 tahun)
Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun
Diabetes Mellitus
Kehamilan ganda

3. Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam, Nyeri Epigastrium, Penglihatan kabur, Dyspnea, Sakit kepala, Nausea dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang.
Kebanyakan kasus dihubung-hubungkan dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat fase.
I. Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata berputar – putar ketika otot wajah dan tangan tegang.
II. Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku. Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
III. Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa, saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus menuju gagal jantung.
IV. Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa menit atau bahkan dpat menetap sampai beberapa jam.

4. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat. Meskipun meningkat, tekanan darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena wanita hhamil menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat karena efek beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat. Tromboxane diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet.
Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah, yang akan merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah. Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
§ Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR); sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
§ Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular yang pada normalnya adalah impermeable terhadap molekul protein yang besar. Kehilangan protein menyebabkan tekanan koloid osmotic menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume intravascular, yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit. Respon untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan dikeluarkan untuk memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses patologik: penambahan angiotensin II semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi carian dan edema akan semakin parah.
§ Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema hepatic dan perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis. Di manifestasikan dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
§ Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan menghancurkan dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
§ Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler pulmonal mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
§ Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor resiko abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta berkurang, mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami hipoksemia dan asidosis.

5. WOC (telampir)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria : +2 atau +4
Proteinuria : (5 g dalam urine 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN) : kurang dari 10
Kreatinin serum : meningkat
Klirens kreatinin : 130-180
Trombositopenia : (Trombosit < name="TT7">ASUHAN KEPERAWATAN pasien Eklamsia

I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Usia :
Alamat : Pekerjaan :
No. Telephone :

Suami :
Pekerjaan :
No.Telephone :

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pernah mengalami pre-eklampsia, Pernah mengalami eklampsia, Hipertensi vascular, Diabetes Mellitus, Penyakit ginjal.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang: Kehamilan Ganda, Mola Hidatidosa, Nyeri kepala di daerah frontal, Penglihatan kabur, Scotoma, Muntah , Mual keras, Nyeri di epigastrium, Hiperrefleksia, Kejang, Dyspnea
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ada keluarga yang juga mengalami pre – eklampsia
- Keluarga mengalami eklampsia
d. Riwayat Obstetri
G2 P1 H1 A0
Anak
Ke
Lahir
BB
Keluhan
Keterangan
1
Cecsio caesarea
2,5 kg
Anak lahir premature pada usia kehamilan 8 bulan
Ibu mengalami pre eklamsia

Riwayat menstruasi:
- Ibu pertama kali mendapatkan menstruasi pada umur 12 tahun
- Setelah 3 bulan menstruasi ibu mulai teratur, ibu tidak mengalami keluhan selama menstruasi

Riwayat KB: Ibu tidak menggunakan KB

Riwayat Konsumsi: Ibu menyukai makanan bergaram

3. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital : TD: Sistolik > 160 mmHg P: <> 110 mmHg S: 40oC
MAP: 160/110 = 127
N: <> Rabas vagina berair
Ø Cairan menetes secara berkala atau terpancar secara tiba-tiba
Ø Cairan terlihat pada introitus
Ø Tidak ada kontraksi dalam 1 jam
Amnionitis
Ø Rabas vagina berair dan berbau busuk setelah gestasi 22 minggu
Ø Demam/menggigil
Ø Nyeri abdomen

Ø Riwayat kehilangan cairan
Ø Nyeri tekan uterus
Ø DJJ cepat
Ø Pendarahan pervagina ringan
Vaginitis
Ø Rabas vagina berbau busuk
Ø Tidak ada riwayat kehilangan cairan
Ø Gatal
Ø Rabas berbusa / warna didih
Ø Nyeri abdomen
Ø Disuria
Kemungkinan persalinan term / preterm
Rabas vagina berair atau lendir bercampur darah
Ø Pembukaan dan pelunakan serviks
Ø Kontraksi
Hemoragik antepartum
Rabas vagina berdarah
Ø Nyeri abdomen
Ø Kehilangan pergerakan pada janin
Ø Pendarahan pervaginam
I. 5. Pemeriksaan Penunjang
o Letakan Pembalut pada vulva dan periksa pembalut tersebut (secara visual dan melalui baunya) satu jam kemudian
o Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untuk pemeriksaan pervagina :
Ø Cairan dapat terlihat berasal dari servik atau membentuk genangan di forniks posterior.
Ø Minta ibu untuk batuk karena hal ini dapat menyebabkan cairan memancar.
o Pemeriksaan leukosit darah : > 15.000/mm3 bila terjadi infeksi ( N : 5000-9000), suhu > 38 oC, takikardi.
o Pemeriksaan nitrazin : bergantung pada fakta bahwa sekresi vagina dan urin bersifat asam sementara cairan amnion bersifat basa. Pegang satu lembar kertas nitrazin pada hemostat dan sentuhkan kertas tersebut ke genangan cairan di ujung spekulum. Perubahan warna kertas kuning menjadi biru menunjukan alkalinitas ( adanya cairan amnion). Darah dan beberapa infeksi vagina memberi hasil positif palsu.
o Amniosentesis
o USG : menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurang.
o Penentuan volume cairan ketuban bisa membantu dalam mengidentifikasi pasien dengan peningkatan resiko gawat janin.
o Pemeriksaan servik bila telah ada kontraksi yang sakit dan teratur.

I. 6. Terapi
Penatalaksanaan Umum :
- Konfirmasikan keakuratan perhitungan usia gestasi
- Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untik mengkaji rabas vagina (jumlah, warna, bau ) dan singkirka diagnosa inkontinensia urine
- Jika terdapat pendarahan per-vagina dengan nyeri abdomen konstan, curigai terjadinya abrupsio plasenta
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi ( demam, rabas vagina berbau busuk) berikan antibiotik
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan kehamilan kurang dari 37 minggu (janin imatur) :
· Berikan anti biotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan neonatus karena infeksi dan memperlambat pelahiran
# Eritromisin 250 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
# Ditambah amoksilin 500 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
· Pertimbangkan memindahkan beyi ke layanan yang paling tepat untuk perawatan bayi baru lahir jika mungkin
· Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk meningkatkan kematangan paru janin
· Lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin pada gestasi 37 minggu dan berikan antibiotik profilaksis untuk membantu mengurangi infeksi streptokokus pada neonatus walaupun ibu telah mendapatkan antibiotik sebelumnya.
· Jika kontraksi teraba dan terdapat rabas lendir bercampur darah, curigai terjadi persalinan preterem
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan usia kehamilan 37 minggu atau lebih ( matur )
· Jika ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan penisilin atau ampisilin profilksis untuk membentu mengurangi infeksi streptokokus grup B pada neonatus. Jika terdapat tanda-tanda infeksi setelah pelahiran hentikan pemberian antibiotik
· Kaji servik :
# Jika kondisi servik baik ( lunak, tipis, membuka sebagian ) lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin
# Jika kondisi servik tidak baik ( keras, tebal, tertutup ), matangkan servik dengan menggunakan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan janin melalui sesaria.

ASUHAN KEPERAWATAN KPD

1. Pengkajian
> Sirkulasi. Kehilangan darah yg keluar bersamaan dg rabasan vagina, .
Hipertensi, penyakit jantung seblumnya.
> Integritas Ego : Peka rangsang, sangat cemas dan ketakutan
> Makanan / cairan : Ketidak adekuatan nutrisi, mual / muntah
> Nyeri / Ketidaknyamanan :
Pengeluaran rabas vagina warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan dalam jumlah sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba atau kontraksi yang dapat diraba. Dapat disertai demam > 38 oC.. Kontraksi uterus yang lemah ( his + atau his - ).
> Keamanan
Dilatasi servik, penurunan janin, dan prolap tali pusat
Kekeringan cairan ketuban.
Bayi praterm atau kecil untuk usia gestasi ( kemungkinan untuk persalinan cepat / Persalinan prematur ).
Janin dalam malposisi
Servik mungkin kaku/tidak siap
> Seksualitas
Primipara atau multipara
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramion, gestasi multipel, janin besar . Peningkatan tekanan intrauterin
Infeksi genitalia

2. Pemeriksaan Diagnostik
Tes pranatal : dpt memastikan polihidramion, janin besar, gestasi multipel
Tes kontraksi : mengkaji keejahteraan janin
Ultrasound : Menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion
Pemeriksaan jumlah sel leukosit darah: penentu terjadinya infeksi
Pemeriksaan spekulum: pengkajian rabas vagina ( jumlah, warna & bau )
Pemeriksaan Nitrazin : Penentuan sekresi vagina atau cairan amnion
3. Diagnosa Keperawatan
Ø Resti infeksi b. d Pe↑ pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Ø Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Ø Resti infeksi thdp maternal b. d pemajanan patogen dan pecah ketuban.
Ø Resiko tinggi cidera pada janin b. d malpersentasi dan pencetus kelahiran,
Ø Resiko tinggi cidera pada maternal b. d obstruksi mekanis, penurunan otot dan keletihan maternal.
Ø Kerusakan pertukaran gas b. d ketidakadekuatan kadar surfaktan, imaturitas otot anteriol pulmonal dan imaturitas sistem saraf pusat (SSP).
Ø Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d kejadian yang cepat, kontraksi otot kuat ; isu-isu psikologis.
Ø Berduka b. d kematian janin/byi
Ø Asientas ( ketakutan b. d krisis situasional, ancaman yang dirasakan pada klien/janin dan penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan.

4. Intervensi Keperawatan
1. Resti infeksi b. d Pe↑ pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Kriteria hasil : Bebas dari infeksi
Intervensi
Rasional
Mandiri
Berikan sebanyak mungkin privasi dalam kasus kelahiran diluar rumah sakit yang tidak direncanakan. Siapkan alas melahirkan yang bersih dengan menggunakan handuk bersih, pakaian yang dibalik,/koran yg tidak dipakai letakan dibawah bokong.

Cuci tangan, kenakan sarung tangan steril, tempatkn handuk seril dibawah bokong, semprotkan larutan povidon-iodin ( betadin ) ke perineum bila wkt memungkinkan di RS.

Bungkus tali pusat yang berada di vulva dengan kain hangat yg dilapisi plastik bila terjadi prolap tali pusat

Kolaborasi
Angkat kain penghalas / koran bila basah

Catat waktu pecah ketuban. Perhatikan jumlah dan warna darinase.

Menurunkan kemungkinan kontaminasi






Menurunkan kemungkinan infeksi pasca melahirkan.




Untuk menghindari terpajanya dengan kuman patogen.



Menghambat media yang dapat mendukung pertumbuhan patogen

Pecah ketuban dapat meningkatkan resiko infeksi asenden. Karakteristik drainase dapat menandakan adanya infeksi.

2. Resti cidera pada janin b. d malpersentasi, pencetus kelahiran. Dan KPD
Tujuan : Berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor resiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil : menunjikan denyut jantung janin ( DJJ ) batas normal
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji DJJ secara manual/elektronik. Perhatikn variablitas, perub periodik, dan frekuensi dasar. Bila pada pusat kelahiran alternatif (PKA), periksa irama jantung janin antara kontraksi dg menggunakan doptone. Jlhkn slm 10 mnt, istirahatkan slm 5 mnt dan jlhkn lg 10 mnt. Lanjutkan pola ini spanjang kontraksi sampai prtengahn dian-taranya dan setelah kontraksi.

Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia.

Identifikasi faktor-faktor maternal dehidrasi, asidosis, asientas atau sindrom vena kava.


Kolaborasi
Perhatikan frekuensi kontraksi uterus. Beri tahu dokter bila frekuensi 2 mnt atau kurang.

Kaji malposisi dengan menggunakan manuver Leopold dan temuan pemeriksaan internal (lokasi fontanel dan sutura kranial). Tinjau ulang hasil ultrasonografi.
Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam hubungannya dengan kolumna vetebralis iskial.


Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi pada klien PKA.

Siapkan untuk metode melahirkan yang palin layak, bila janin pada persentase kening, wajah atau dagu.

Kaji terhadap henti transversa dalam dari kepala janin.




Biarkan klien memilih posisi tangan dan lutut atau posisi sim lateral pada sisi berlawanan di mana oksiput janin diarahkan bila janin pada posisi Op.


Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.








Observasi terhadap prolap tali pusat samar atau dapat dilihat bila pecah ketuban dan untuk deselerasi variabel pada strip pemantauan, khususnya bila janin pada persentasi bokong.

Perhatikan bau perubahan warna cairan amnion pada pecah ketuban lama.


Dapatkan kultur bila temuan abnormal.
Berikan antibiotik pada klien sesuai indikasi.

Siapkan untuk melahirkan pada posisi posterior, bila janin gagal memutar dari op ke oa ( wajah ke pubis). Sedangkan penggunaan ganda forsep dapat digunakan untuk memutar dan melahirkan janin.

Siapkan untuk melahirkan sesar bila persentasi bokong terjadi, janin gagal turun, kemajuan persalinan berhenti atau teridentifikasi CPD.


Mendeteksi respon abnormal, seperti variabelitas yang dilebih-lebihkan, bradikardi dan takikardi yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asodosis atau sepsis







Tekanan istirahat >30mmHg / tekanan kontraksi >50mmHg menurunkan/ mengganggu oksigenasi dlm ruang intravilos.

Kadang-kadang, prosedur sderhana (spt membalikan klien ke posisi rekumben lateral) meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke uterus dan plasenta serta mencegah/memperbaiki hipoksia janin.

Kontraksi yg terjadi tiap 2 mnt kurang tidak mungkinkan Oksigenasi adekuat dari ruang intravilos

Menentukan pembaringan janin, posisi, dan persentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat disfungsional persalinan.

Penurunan yang kurang dari 1 cm/jam untuk primipara tau kurang 2 cm/jam untuk multipara, dapat menandakan KPD atau mal posisi.

Resiko cidera atau kematian janin meningkat dengan melahirkan pervaginam bila persentasi verteks

Persentasi ini meningkatkan resiko KPD, karena diameter lebih besar dari tengkorak janin masuk ke pelvis .

Kegagalan verteks untuk memutar penuh dari posisi oksiput posterior ke posisi oksiput anterior dapat mengakibatkan posisi transversa, penghentian persalinan dan kebutuhan kelahiran sesaria.

Posisi ini mendorong pemutaran anterior dengan memungkinkan kolumna vetebralis janin turun ke arah anterior dinding abdomen klien (70 % janin pada posisi OP memutar secara spontan).

Kelebihan volume amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang dihubungkan dengan anomali janin. Cairan amnion mengandung mekonium pada persentasi verteks diakibatkan dari hipoksia yang menyebabkan stimulasi vagal dan relaksasi sfingter anal. Tidak adanya karakteristik cairan amnion mewaspadakan staf terhadap potensial kebutuhan bayi baru lahir.
Prolap tali pusat lebih memungkinka terjadi pada persentase bokong, karena begian perentase tidak menonjol kuat, juga tidak secara total memblok tulang seperti pada presentase verteks.

Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan takikardi dapat terjadi pada pecahan ketuban lama.

Mencegah/ mengatasi infeksi asenden dan akan melindungi janin juga.


Melahirkan dalam posisi posterior mengakibatkan insiden lebih tinggi dari laserasi maternal. Melahirkan dengan menggunakan aplikasi ganda forsep.


.

3. Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Tujuan : - Mempertahankan kontrol pernafasan
- Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.
Kriteria hasil : Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ DBN
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji station janin, dan posisi. Bila janin pada posisi posterior oksiput, tempatkan klien menyamping.









Posisikan klien pada rekumben lateral atau posisi tegak atau miring dari sisi ke sisi sesuai indikasi



Hindari menempatkan klien pada posisi dorsal rekumben


Kaji pola pernafasan klien. Perhatikan laporan sensasi kesemutan dari wajah atau tangan, pusing atau spasme karpopedal.




Kaji DJJ, dengan fetoskop atau monitor janin, selama dan setelah setiap kontraksi atau upaya mendorong

Pantau perubahan periodik DJJ terhadap deselerasi berat, sedang atau lama. Perhatikan adanya deselerasi variabel atau lambat.



Perhatikan variabilitas DJJ jangka pendek dan jangka panjang

Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan vagina steril, rasakan prolap. Bila prolap ada, angkat verteks dari tali pusat.

Pindahkan pada lingkungan perawatan akut, bila klien pad pusat kelahiran alternatif.


Pantau DJJ secara elektronik dengan lead internal. Bila bradikardi berat, muncul deselerai lambat atau deselerasi variabel lama :


· Posisikan klien pada posisi miring kiri, tingkatkan cairan IV biasa.
· Berikan Oksigen pada klien





· Bantu sesuai kebutuhan pada pengambilan sampel kulit kepala janin intermiten

· Siapkan untuk intervensi bedah bila kelahiran spontan pervaginam atau melahirkan dengan forsep tidak memungkinkan


Janin sangat rentan pada bradikadi dan hipoksia, yang dihubungkan dengan stimulasi vagal selama kompresi kepala. Malpresentasi seperti wajah, dagu atau kening dapat memperlambat persalinan dan meningkatkan resiko terhadap hipoksia dan kemungkinan perlunya kelahiran sesaria. Posisi posterior meningkatkan durasi persalinan. Posisi rekumben lateral memudahkan rotasi dari posisi posterior oksiput ke posisi anterior oksiput.

Meningkatkan perfusi plasenta, mencegah sindrom hipotensif supine, dan memindahkan tekanan dari bagian presentasi dari tali pusat, meningkatkan oksigenasi janin menperbaiki pola DJJ

Menimbulkan hipoksia dan asidosis janin, menurunkan dasar variabilitas dan sirkulasi plasenta.

Mengidentifikasi pola pernafasan tidak efektif. Pada awalnya, hiperventilasi mengakibatkan alkalosis respiratorik dan meningkatkan PH serum, menuju akhir persalinan, pH turun dan asidosis terjadi karena asam laktat yang dibentuk dari aktivitas miometrik

Deselerasi dini karena stimulasi vegal dari kopresi kepala harus kembali pada pola dasar diantara kontraksi

Deselerasi variabel meandakan hipoksia karena kemungkinan terjebaknya tali pusat atau pada tali pusat nukal atau pendek.Deselerasi lambat menandakan insufisiensi uteroplasenta, yang tidak boleh dizinkan bila menetap selama lebih dari 30 ment.
Rata-rata perubhan denyut per denyut harus direntang dari 6 sampai 10 dpm, menandakan integritas SSP janin.

Peninggian verteks membantu membebaskan tali pusat, yang dapat ditekan diantara bagian presentasi dan jalan lahir.
Pada kasus bradikardi atau penurunan variabilitas DJJ, pemantauan lebih invasif, peralatan perawatan akut atau kelahiran sesaria dapat dilakukan.

Pemantauan elektronik memungkinkan pengkajian akurat dan kontiniu. Elektroda kulit kepala langsung secara akurat mendeteksi respon janin abnormal dan penurunan pada variabilitas denyut per denyut.
Meningkatkan volume darah sirkulasi ibu dan perfusi plasenta

Meningkatkan ketersediaan oksigen sirkulasi untuk ambilan janin. Selama tahap persalinan ini, naiknya proses metabolik meningkatkan konsumsi O2 dua kali kadar nomal.

Menentukan kecendrungan pada status asam basa janin. Selama tahap persalinan ini naiknya proses metabolik meningkatkan konsumsi O2 dua kali kadar normal.
Cara kelahiran yang cepat harus diimplementasikan bila janin mengalami hipoksia atau asidosis berat atau tidak pulih.

Tidak ada komentar: